Thursday, May 2, 2013

3 WARNA CINTA DALAM HIDUP KITA


3 WARNA CINTA DALAM HIDUP KITA




Saudaraku…
Syekh Mustafa Siba’i rahimahullah menyebutkan bahwa cinta memiliki 3 warna:
Cinta Ilahi, cinta insani dan cinta hewani.
Cinta Ilahi, lahir dari ketundukan seorang hamba kepada Zat yang dicintainya dan buah dari rasa syukur terhadap anugerah-Nya.
Cinta Insani, merupakan buah dari kesetiaan seseorang terhadap saudara yang dicintainya dan penghargaan terhadapnya.
Cinta hewani, cinta yang memperdayakan pemiliknya dan melahirkan malapetaka bagi yang dicintainya.
(hakadza ‘allamatnil hayat).
Saudaraku..
Tak terbayangkan, jika hidup kita tanpa cinta. Tentu kehidupan kita menjadi gelap tanpa pelita. Langit-langit hati kita menjadi mendung dan berawan, yang tak pernah menghadirkan hujan dalam kehidupan. Bumi jiwa kita kering kerontang, tanpa pernah diguyur air kehidupan.
Hidup terasa hampa, monoton tak berwarna. Alur perjalanan hidup bagaikan tanpa arah dan tujuan. Tiada motivasi untuk mengukir prestasi. Tiada gairah untuk meneruskan langkah perjalanan hidup. Keceriaan sirna. Kebahagiaan hidup lenyap. Kelelahan jiwa bertumpuk. Penderitaan hati menggumpal. Luka-luka di tubuh terasa menganga dan perih tak terkira. Seulas senyum, kaku untuk dihadirkan. Dan hidup seolah-olah bernafas dalam lumpur. Menatap dalam debu.
Saudaraku…
Karena cinta, kita terinspirasi untuk berbuat yang terbaik. Bertahan dalam kesulitan. Sabar dalam menghadapi ujian. Tsabat dalam perjuangan. Ikhlas dalam membantu. Tulus dalam memberi. Senang dalam berbagi. Terpacu untuk berprestasi.
Apalah arti baju jabatan yang kita kenakan. Permaisuri cantik jelita yang menemani hidup kita. Harta kekayaan yang bertaburan. Emas permata, intan dan mutiara yang memenuhi ruangan. Kebun karet dan sawit yang terbentang luas. Popularitas yang terus meroket. Kedudukan dan tempat yang luas di hati masyarakat dan yang senada dengan itu. Jika hati kita sepi dari cinta. Jika jiwa kita kering dari kasih sayang.
Saudaraku…
Cinta Ilahi adalah cinta seorang mukmin terhadap Rabb-nya.
Cinta Ilahi, hendaknya melebihi cinta kita kepada anak-anak permata hati kita, permaisuri hati kita, orang tua kita, karib kerabat kita, orang-orang dekat kita dan seluruh manusia. Juga melebihi cinta kita terhadap harta benda, simpanan berharga, sawah ladang, dan barang-barang berharga lainnya milik kita.
Cinta Ilahi tumbuh saat kita tunduk, patuh, pasrah, merasa lemah di hadapan-Nya. Dan berbuah saat kita mengenang anugerah, nikmat dan karunia-Nya yang tak terhitung yang telah dikucurkan kepada kita.
Nikmat hidup, kebebasan dalam beribadah, keindahan pekerti, sehat, kran-kran rezki yang terbuka. Pasangan hidup dan anak keturunan yang manis dan lucu. Kemudahan memperdalam ilmu pengetahuan, dibentangkan-Nya ladang amal shalih dan sawah tempat menanam benih amal ketaatan.
Anugerah usia hingga saat ini. Dicintai banyak sahabat dan saudara di jalan-Nya. Sabar dalam menjalani hidup. Qana’ah dalam menerima garis takdir-Nya. Dijauhkan dari hutang dan tanggungan kepada orang lain. Dan yang senada dengan itu.
Jika kita mencoba untuk menghitung karunia, nikmat dan pemberian-Nya kepada kita. Niscaya kita tak akan sanggup menghitungnya. Walaupun sekarang sudah tersedia alat hitung yang super canggih. “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari nikmat-Nya.” S. Ibrahim: 34.
Dengan mengenang berbagai nikmat dan karunia pemberian-Nya dan kita mampu berterima kasih kepada-Nya dengan hati, ucapan dan perilaku kita. Akan melahirkan rasa tunduk dan pasrah pada hukum-hukum-Nya. Memelihara dan menjaga rambu-rambu-Nya. Mengabdi dan beribadah kepada-Nya dengan rasa cinta dan pengagungan.
Kita mengabdi kepada-Nya untuk mengharap wajah-Nya, bukan wajah selain-Nya. Mendamba pujian-Nya dan bukan pujian makhluk-Nya. Mengharap balasan-Nya dan bukan balasan dari hamba-Nya yang lemah.
Generasi terbaik umat ini, para sahabat dan generasi sesudahnya telah membuktikan cinta mereka kepada Allah Swt. Jiwa, raga, harta, waktu dan segala apa yang mereka punya telah dikorbankan demi mengecap cinta Ilahi. Demi meraih cinta sejati. Demi menggapai kebahagiaan abadi. Di akherat nanti.
Saudaraku..
Cinta Insani adalah cinta seseorang terhadap saudara dan sahabatnya. Atau dengan ungkapan yang familiar di telinga kita; persaudaraan Islam, persahabatan Iman.
Suatu ikatan persaudaraan yang didasari cinta karena Allah. Dibangun di atas pondasi ketaatan pada Ilahi.
Persaudaraan yang tumbuh karena akidah yang satu. Bukan tercipta karena kepentingan dan kebutuhan sesaat seperti koalisinya partai politik, walau tidak semua demikian. Bukan pula terjalin karena melihat penampilan fisik, seperti ketampanan dan paras yang menarik. Bukan pula harta benda yang menjadi pijakannya. Atau manfaat dan nikmat duniawi lainnya.
Ukhuwah imaniyah adalah cinta yang tak mengenal musim. Panas, dingin, hujan, kemarau, berawan, berdebu, petir dan seterusnya. Ia akan langgeng dan abadi.
Ia akan setia dalam keadaan yang bagaimanapun jua. Sehat atau sakit. Suka maupun duka. Kaya atau miskin. Bahagia maupun merana. Lapang ataupun sempit. Mudah ataupun sulit. Dan yang senada dengan itu.
Dan ukhuwah imaniyah, yang didasari cinta karena Allah inilah yang pernah dipraktekkan oleh para sahabat dan generasi terbaik setelahnya dan ditulis oleh sejarah dengan tinta emas. Yang sulit kita temukan di zaman kini.
Di mana kita bersahabat dan bersaudara pada saat orang yang kita cintai dalam keadaan kaya, berparas menawan, senang, bahagia, berkedudukan, lapang, bergelimang nikmat, sehat dan yang seirama dengan itu.
Namun pada saat sahabat dan saudara kita dalam kesulitan, pailit, sakit, merana, dililit hutang, akrab dengan penderitaan dan seterusnya. Kita pun menghindar dan menghilang dari kehidupan mereka. Jika demikian bagaimana mungkin indahnya cinta dan persaudaraan iman dapat kita kecap dalam kehidupan kita?.
Saudaraku..
Cinta hewani adalah cinta yang dilandasi nafsu birahi. Yang dapat menyeret pemiliknya pada hubungan seksual terlarang.
Hasrat memenuhi tuntutan kebutuhan biologis merupakan fitrah yang Allah Swt tancapkan dalam diri kita. Dan bahkan ketika kita salurkan pada jalur yang benar dan sesuai dengan koridor syar’i melalui jalur pernikahan, maka hubungan seksual itu menjadi suci, penuh berkah dan ibadah yang bergelimang pahala.
Namun ketika hasrat birahi, tak diarahkan sesuai dengan aturan agama, maka ia menjadi bencana dan malapetaka bagi kita, keluarga, orang tua, masyarakat dan bahkan Negara. Menghitamkan wajah orang tua, mencoreng nama baik keluarga, menjadi aib di masyarakat dan menjadi kenistaan bagi sebuah Negara.
Hubungan seks terlarang, selingkuh, teman tapi mesra, kumpul kebo dan yang senada dengan itu, menghiasi media massa dan elektronik. Lagi-lagi atas nama cinta. Walaupun lebih tepat, bila kita katakan sebagai cinta hewani yang kotor dan tak bermartabat.
Ketika nafsu telah kita nobatkan sebagai raja, maka kemudahan, fasilitas, dan keluasan yang diberikan-Nya, bukan kita pergunakan untuk meraih cinta-Nya dan cinta sahabat di jalan Allah Swt. Tapi, justru kita pergunakan untuk memuluskan hasrat cinta hewani yang hina.
Maka kita tidak heran, jika jabatan, kedudukan, kekayaan dan kelapangan sering membuat orang lupa diri. Dan terjebak pada hubungan cinta terlarang. Cinta hewani. Yang akan membawa pada kesengsaraan abadi. Di akherat nanti.
Saudaraku..
Mari kita ciptakan keindahan hidup, dengan meraih cinta Ilahi, cinta sahabat sejati dan cinta fitrah insani yang suci. Wallahu a’lam bishawab.


Renungan Kehidupan


Tidaklah mudah menjalani hidup tanpa bekal yang banyak. Takkan terbangun rumah tanpa didasari dengan fondasi yang kokoh. Dan takkan bahagia ketika kita tidak ingin merasakan kesedihan. Karena takkan pernah ada manusia yang akan selalu suci. Segala sesuatu di dunia ini memiliki pasangan masing-masing, surga dan neraka, malam dan siang, langit dan bumi, bahagia dan sedih, pria dan wanita, kasih dan dengki. Hanya saja bagaimana kita menghiasi diri kita untuk menjadi seseorang yang dapat menutupi kekurangan kita dengan segala kelebihan yang kita miliki. Segala hal positif yang kita lakukan di dunia ini mungkin akan membawa kita ke dalam kebahagiaan, begitu pula dengan hal negatif yang kita lakukan mungkin akan membawa kita ke dalam kebahagiaan yang menyesatkan.Hidup penuh dengan berjuta warna yang begitu indah. Warna itulah yang akan menghiasi hidup kita dengan segala realita yang terjadi. Tak selamanya yang kita inginkan bahagia akan tetap bahagia, dan tidak selamanya yang kita anggap buruk akan selalu buruk. Sesuatu yang kita anggap baik mungkin akan membuat kita terpuruk karena terlena olehnya. Dan sesuatu yang kita anggap buruk mungkin akan membuat kita lebih dewasa. Bukanlah seorang hamba Allah yang berputus asa dalam menjalani kehidupan karena mendapatkan kesedihan. Bukanlah hamba Allah yang tidak mensyukuri kebahagiaan yang diberikan-Nya. Tetapi, tidaklah hanya di saat bahagia kita harus bersyukur, dan tidak pula berputus asa di saat sedih. Berputus asalah saat kau mendapatkan kebahagiaan karena kau tidak akan menemukan segala rintangan yang dapat mendewasakan dan membuatmu lebih bijaksana dalam kehidupanmu. Bersyukurlah saat kau mendapatkan kesedihan karena Allah menginginkanmu menjadi lebih dewasa dan bijaksana dalam kehidupanmu.
Masih banyak lagi hal yang dapat menghiasi kehidupan kita. Dan di antara pasangan-pasangan yang diciptakan Allah di muka bumi ini terdapat kasih dan sayang yang dapat memberikan rasa keharmonisan bagi seluruh ciptaan-Nya. Rasa yang dapat menyatukan dua hati yang berbeda, sifat yang berbeda, dan karakter yang berbeda. Rasa yang akan lebih melekatkan sesuatu yang memiliki sifat, karakter dan hati yang sama.  Karena perbedaan merupakan sebuah anugerah terindah yang akan menghiasi kehidupan kita. Tetapi di saat manusia terlena dengan rasa itu, mereka akan merasakan kebahagiaan yang dapat menyesatkan mereka, kecuali jika didasari dengan iman dan takwa kepada sangKholiq. Lalu di dalam kehidupan ini terdapat rasa benci dan dengki, yang akan menghancurkan segalanya. Siapa pun dia, apa pun dia, dan bagaimana pun dia. Rasa yang akan menimbulkan permusuhan yang begitu dahsyat dalam kehidupan, bahkan nyawa pun menjadi taruhannya.
Aku bukanlah siapa-siapa, aku bukanlah apa-apa, tetapi aku adalah hamba Allah yang ingin menjadi dan memberikan yang terbaik untuk hidupku dan orang di sekitarku. Bukanlah aku manusia yang benar apalagi suci, hanya saja aku bersyukur kepada sang Kholiq yang tidak memberikan azab-Nya kepadaku langsung saat aku berbuat salah. Aku bersyukur Allah masih memberikanku kesempatan untuk berbuat baik, meskipun aku masih suka berbuat jahat. Tetapi, sudah menjadi takdir manusia bahwa iman seseorang tidak akan pernah menjadi stabil, terkadang menurun dan terkadang meningkat. Aku hanya ingin selalu mengingatkan diriku dan orang lain di sekitarku. Dan ingatkanlah aku saat aku melakukan kekhilafan.
Segala kesempurnaan, keindahan, kebahagiaan, kebaikan dan sesuatu yang positif hanyalah milik Allah Yang Maha Esa. Raja semesta alam, pemilik panggung sandiwara terbesar dan sutradara kehidupan yang Ahad. Semoga aku, kamu, kalian, kami dan kita semua selalu ada dalam keridhoan-Nya serta kasih sayang-Nya.

Menyadarkan diri sehingga kita ingin bertaubat


Penerbit Pustaka Amani (Jakarta)
Tanggal Penerbitan: Rembang, 1 Juni 1989
Karangan Imam Al-Ghazali
Kemalasan seseorang dalam melakukan taubat dipengaruhi oleh keadaan hatinya. Yakni hati orang yang bersangkutan tersebut berada dalam keadaan beku (keras), mati, atau buta. Hal tersebut merupakan indikator tingkat keparahan keadaan hati seseorang, karena dosanya yang banyak. Namun demikian, masih bisa diusahakan untuk perbaikan keadaan hati tersebut asalkan, ia mau memperbaikinya. Yakni, dengan cara membuang sifat “keras kepala”nya.
Bagaimana membuang sifat keras kepala (keras hati) yang dimiliki oleh seseorang?
Ada seorang wanita mengeluh kepada Aisyah tentang kesat dan kasarnya hatinya, lalu Aisyah berkata,
“Hendaklah engkau banyak mengingat mati, agar hatimu menjadi lembut.”
Nasihat tersebut dijalankan oleh si wanita tadi, lalu hatinya menjadi lembut, kemudian ia pun datang sekali lagi kepada Aisyah untuk berterima kasih.


Mengingat Kematian

Ketahuilah, bahwa orang yang tenggelam dalam menyibuki keduniaan, menelungkup bergelut dengan tipu dayanya, dan cenderung memperturutkan nafsunya, pastilah hatinya lalai dari mengingat mati. Kematian tiadalah akan teringat olehnya, dan bila diingatkan ia akan kesal dan marah-marah. Orang-orang beginilah yang dituju dalam firman Allah swt.

Katakanlah: Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
 (QS. al-Jumu’ah: 8).
Selanjutnya, manusia itu terbagi menjadi tiga golongan. Yaitu: orang yang karam menekuni keduniaan, orang yang dalam taraf permulaan bertaubat, dan ahli ilmu ma’rifat yang telah sampai di ujung.
Orang yang karam dalam keduniaan tiadalah akan mengingat mati, dan kalaupun diingatnya yang terasa hanyalah kesedihan memisahi dunia dan kesal terhadap kematian. Mengingat mati dengan cara seperti ini hanyalah akan menambah jauh dari Allah swt.
Dan orang yang –ingin– bertaubat perlu sekali banyak mengingat mati, agar bangkit di hatinya rasa gentar dan takut, sehingga ia dapat melengkapkan taubat secara sempurna. Mungkin saja ia tiada menyenangi mati lantaran takut akan disambar Almaut (kematian) sebelum taubatnya sempurna dan perbekalannya lengkap. Alasan yang seperti ini untuk tiada menyenangi mati dapatlah dimaafkan, dan orangnya tiada termasuk mereka yang dituju oleh Rasulullah saw.:
“Barangsiapa yang tiada senang menemui Allah, maka Allah pun tidak senang pula menemuinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Orang yang seperti ini tiadalah menyesali mati dan menemui Allah. Dia hanya takut akan terluput dan gagal dari menemui Allah lantaran kekurangan dan kelalaian dirinya sendiri. Samalah halnya dengan seseorang yang terlambat datang menemui kekasihnya, lantaran masih sibuk melengkapkan segala yang perlu agar pertemuan itu menyenangkan bagi sang kekasih. Sikap seperti ini tiadalah dianggap enggan bertemu. Tandanya ialah bahwa ia selalu dalam melengkapkan persediaan, tanpa mengarahkan kesibukan kepada hal-hal lain. Dan kalau sikapnya tidak seperti itu, maka ia akan termasuk ke dalam golongan orang-orang yang karam menekuni keduniaan.
Adapun orang ahli ilmu ma’rifat, ia akan senantiasa mengingat mati, karena itu lah saat perjanjian yang telah ditentukan untuk dia bertemu dengan Kekasihnya. Orang bercinta tak akan pernah lupa saat perjanjian untuk bertemu dengan kekasihnya. Dan orang yang seperti ini biasanya menganggap lambat sekali datangnya kematian dan ingin agar kematian segera tiba, untuk membebaskan dirinya dari negeri orang-orang durhaka ini, dan ia dapat pindah tempat ke daerah disamping Rabbul ‘Alamin (Tuhan Semesta Alam).
Seperti yang diberitakan oleh Hudzaifah bahwa beliau itu dikala telah dekat ajalnya, beliau mengeluh, “Pecinta yang datang dalam suasana sangat miskin. Tiadalah beruntung orang yang menyesal kemudian. Wahai Tuhan, kiranya Engkau adalah Maha Tahu bahwa miskin lebih ku cintai daripada kaya, sakit lebih kusukai daripada sehat, dan kematian lebih kuinginkan daripada kehidupan. Mudahkanlah bagiku menghadapi kematian, sehingga daku segera dapat menemui Engkau.”
Jadi, orang bertaubat memang diterima alasannya untuk tidak menyenangi kematian, dan orang yang seperti itu juga bisa diterima alasannya untuk menyenangi kematian, dan mengharapkannya. Namun, yang lebih unggul lagi derajatnya daripada dua golongan ini, ialah orang yang menyerahkan sepenuhnya kepada Allah swt.. Ia tiada memajukan pilihan untuk dirinya, tentang mati atau hidup, tetapi yang paling disukainya ialah apa yang disukai oleh Yang Dipertuannya. Orang seperti ini telah meningkat oleh kesengatan cinta dan setia ke taraf menyerah dan ridla (rela/suka) sepenuhnya. Inilah taraf yang terakhir dan tertinggi.
Namun, bagaimanapun, mengingat mati, mengandung pahala dan kelebihan, karena bahkan orang yang karam menekuni keduniaan pun masih bisa memetik faedah dari mengingat mati, yaitu merenggangkannya dari keduniaan, karena ingat kepada mati mengganggu kenikmatan hidupnya dan mengeruhkan kesenangannya yang akhirnya akan mati juga. Dan setiap hal yang mengeruhkan (mengganggu) kesenangan nafsu keduniawian adalah termasuk pintu keselamatan.
Ada beberapa hadits yang Rasulullah saw. yang menjelaskan keutamaan mengingat-ingat prihal kematian. Diantaranya adalah:
Perbanyaklah mengingat-ingat sesuatu yang melenyapkan segala kenikmatan (kematian). (HR. Tirmidzi)
Maksudnya, ganggulah kesenangan-kesenanganmu dengan dengan mengingatnya, agar terhenti keasyikanmu kepada kesenangan-kesenangan itu, dan hatimu lalu berhadap kepada Allah swt.
Sebabnya semua keutamaan ini adalah karena mengingat mati membawa diri merenggang dari negeri fana (penuh tipu daya) dan menyebabkan kita menekuni persiapan untuk akhirat. Sedangkan melengahkan diri dari mengingat kematian menarik kita untuk semakin menekuni nafsu keduniawian.
Kematian sebagai penasihat pada diri sendiri. Karena Rasulullah saw. bersabda:
Cukuplah kematian itu sebagai penasihat. (HR. Thabrani dan Baihaqi)
Juga sabdanya,
Hadiah berharga untuk orang mukmin adalah kematian. (HR. Ibnu Abiddunya, Thabrani dan Hakim)
Karena memang dunia itu adalah penjara bagi orang mukmin, dimana dia senantiasa menderita dalam menghadapi diri, mengendalikan hawa nafsunya, dan menolak godaan iblis. Lalu kematian membebaskannya dari siksaan itu, dan pembebasan itu tentulah suatu hadiah berharga untuknya.
Rasulullah saw. bersabda:
Kematian itu adalah penghapus dosa untuk setiap orang muslim. (HR. Abu Na’im, Baihaqi, dan al Khathib)
Dan yang beliau maksudkan tentulah orang muslim sejati, yang beriman penuh, lagi pula kaum Muslimin selamat dari hantaman lidah dan tangannya, serta terbukti dalam dirinya akhlak orang-orang beriman, dan ia tiadalah dikotori dosa, kecuali dosa-dosa kecil yang jarang pula adanya. Maka kematian, akan mensucikannya dari semua ini, dan menghapus dosa-dosanya, setelahnya ia menghindari dosa-dosa besar, dan mendirikan segala amal yang wajib (shalat, puasa, dll)
Kemudian, tentang orang yang benar-benar cerdik, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw.
Secerdik-cerdik manusia adalah yang terbanyak ingatannya kepada kematian serta yang terbanyak persiapannya untuk menghadapi kematian itu. Mereka itulah orang-orang yang benar-benar cerdik dan mereka akan pergi ke alam baka dengan membawa kemuliaan dunia serta kemuliaan akhirat. (HR. Ibnu Majah dan Abiddunya)
Tentang dampak buruk karena panjang angan-angan dan mengikuti nafsu.
Rasulullah saw. bersabda:
Sesungguhnya hal-hal yang paling kutakutkan mengenai kamu semua ialah dua perkara, yakni mengikuti hawa nafsu dan panjang angan-angan. Mengikuti hawa nafsu itu dapat menutup dari kebenaran dan panjang angan-angan bisa menyebabkan cinta sekali kepada keduniaan. (HR. Abiddunya)
Tepat sekali apa yang disabdakan oleh Rasulullah saw. tersebut. Karena yang menyebabkan panjangnya angan-angan yakni –merasa– tetap hidup selamanya yang merupakan kecintaan kepada duniawiah yang berlebih-lebihan, sangat gemar pada kenikmatannya, juga karena kebodohan semata-mata, sehingga takut sekali kedatangan mati secara tiba-tiba. Orang seperti ini tentunya tidak mengetahui bahwa kematian itu tidak pandang waktu, apakah datangnya itu disaat muda, tua ataupun tua bangka, apakah nanti musim kemarau, penghujan, musim bunga, semi dan lain sebagainya. Tidak peduli apakah malam ataukah siang. Seseorang tidak kuasa menolak kedatangannya, padahal ia juga melihat berkali-kali orang-orang yang mati di sisinya. Seseorang juga tidak tentu kapan akan dihantarkan Jenazahnya, padahal di saat itu ia masih seringkali menghantarkan jenazah.
Ada seorang ahli syair berkata:

Pernahkah?
Pernahkah orang itu selesai dari keinginannya?
Tak satupun keinginan yang terpenuhi,
Melainkan pasti akan pindah pada keinginan yang lain.
Cinta itu selalu perlu bukti.
Apakah Anda punya bukti bahwa Anda mencintai diri Anda?
Bertaubatlah dari segala dosa dan kesalahan, secepat mungkin, selama waktu masih ada. Karena itu adalah salah satu bukti bahwa Anda memang benar-benar mencintai diri Anda.
Mengapa?
Karena Rasulullah saw. bersabda:
Setelah kematian tidak ada permintaan maaf. Dan setelah kematian tidak ada tempat selain surga dan neraka. (al-hadits)

Powered By Blogger